Posts

Showing posts from January, 2013

SURVIVAL IN ITB WITH MY SCOLI (SKOLIOSIS PART VIII)

Image
Foto rontgen menggunakan brace Wah udah nyaingin cinta fitri dan tersanjung aja nih sampai part VIII. Empat bulan di ITB dengan kondisi baru ini bukanlah hal yang mudah. Saya berangkat ke Bandung tanggal 25 Agustus pukul 19.00 naik mobil bersama ayah dan kedua kakak saya. Tanggal 26 pagi sampai di Bandung. Magribnya, mereka pulang. Setelah say goodbye dengan mereka, buka pintu kamar, tutup, dan nangis kenceng. Perlu diketahui saya termasuk cewek yang sangat jarang menangis. O ya, sebelum saya berangkat, saya sempat kontrol di RSO. Berikut foto rontgen saya saat kontrol. Tahun pertama saya di ITB (semester I dan II) saya adalah aktivis kampus yang sedang mencari jati diri. Hampir semua kegiatan diikuti. Pulang tengah malam biasa, pulang malem sangat biasa, pulang sore LUAR BIASA. Mahasiswa kura-kura (kuliah-rapat-kuliah-rapat). Dan sekarang, semester 3 berubah 180 derajat. Mahasiswa kupu2 dan kuprak2 (kuliah pulang & kuliah praktikum). Kegiatan saya lepas semua, hanya 1 ya

IT’S THE REST TIME IN MY LOVELY HOUSE (SKOLIOSIS PART VII)

Image
Bahagia? Jelas. Bisa pulang ke rumah. Namun, pulang ke rumah dengan membawa secarik kertas berisi larangan dan perintah => lihat gambar di kiri Saya menghabiskan waktu di rumah selama 40 harian sebelum akhirnya balik ke Bandung. Monoton, tapi bahagia. Monoton karena tidak bisa main, jalan-jalan ke luar menikmati keindahan kota Salatiga. Saat sehat dulu, saya biasa mbolang, naik motor sendirian, keliling kota Salatiga. Bahagia karena berkumpul bersama keluarga. Sehari-hari makan, mandi, tidur, nonton NGC, History channel, surfing internet, baca buku, that’s all .  Saat itu saya puasa social media  karena kalau saya buka social media entah itu fb atau twitter bakalan nyesek. Karena masa-masa itu adalah masa ketika OSKM dan OHU ITB dilaksanakan dimana saya seharusnya jadi panitia juga. Dan saya ingin berada di sana dengan teman-teman saya. O ya, selama kurang lebih 14 hari di rumah, saya masih dimandiin ibu saya. Dan dua hari sekali, ayah saya memanggil perawat untuk me

BOREDOM IN A HOSPITAL (Skoliosis part VI)

Image
Keadaan di ruang rawat inap tidak berbeda jauh dengan ICU. Infus masih menempel, 2 macam selang di punggung masih bergelayutan, kateter kencing masih dipasang. Hanya tidak ada selang infus, alat elektrokardiografi, dan tensimeter. Pukul 02.00 dini hari keesokan harinya, obat penghilang rasa nyeri yang dimasukkan lewat punggung sudah harus dicopot. Dan perawat berkata bahwa saya tidak bisa terus-terusan tergantung dengan obat ini. Mungkin akan berasa sakit setelah dicopot. Kalau benar-benar sudah tidak tahan, maka boleh dipasang lagi. Astagfirullah, rasanya sakiiit sekali. Bahkan, ketika saya  menuliskan kisah ini (6 bl post operasi) saya masih lemas ketika membayangkan rasa sakitnya. Saat itu ibu saya yang menunggui. Dari jam 2 hingga jam 4 dini hari, saya tidak bisa tidur menahan kesakitan. Daaan saya menangis. Rasa sakit paling hebat yang pernah saya rasakan seumur hidup saya. Kasihan ibu saya, beliau panik sekali. Bahkan, saat itu beliau hendak memanggil perawat untuk memberik

WHEN I WAKE UP (SKOLIOSIS PART V)

Image
Saya membuka mata sedikit demi sedikit namun saya merasakan kantuk yang sangat hebat. Dengan setengah sadar saya menggumam entah kepada siapa,  “ I ni operasinya udah atau belum ya?”  Dan ada sosok mas-mas yang menjawab, “udah kok”. Punggung saya terasa pegal sekali, dan saya juga merasa sangat mengantuk, bahasa jawanya kriyip-kriyip (ini gak bisa ditranslate ke bahasa Indonesia).  Selang oksigen tertancap di hidung. Berikutnya,  muncul sesosok bapak-bapak ramah deng an mengenakan baju operasi bertanya, “Yang jaga siapa ini?” Saya menjawab, “Keluarga”. Lalu, beliau berkata lagi, “Kok gak ditungguin pacarnya?” . T erus saya sedikit tersenyum meringis sambil setengah membuka mata. Lalu beliau dengan gaya khas dagelan nya berkata, “ N ah itu udah bisa ketawa”. Di situ saya baru sadar bahwa saya sudah sadar ??? Sesosok perawat mendatangi saya . Saya  berkata bahwa lutut kanan saya bergetar. Ternyata badan saya menggigil. Lalu beliau menawarkan saya untuk mengen

THE EXECUTION DAY (SKOLIOSIS PART IV)

Image
Malamnya, waktu itu tanggal 2 Juli dini hari, saya masih sempetnya nonton final euro, Spanyol vs Italy. Dan idola saya, Fabregas, menyumbang gol. Wowow.. Gara-gara itu jadi telat bangun. Malu-maluin, dibangunin perawat yang mengantarkan baju rumah sakit . Baju pesakitan itu berwarna hijau, lengan pendek, panjangnya selutut, dengan tali rumbai-rumbai di belakang. Serem banget waktu liatnya . Sempet   galau banget gak pingin p akai dan udah mau tanya ama perawatnya, “Boleh gak sih kalau pake pakaian saya sendiri?” Konyol banget ya. Kalo pakai baju itu berasa pesakitan atau tahanan di penjara. Bahkan sampai sekarang saya masih menyebut baju itu baju pesakitan. Haha.. Setelah mandi, dengan berat hati saya terpaksa memakai baju tersebut. Pintu diketuk lagi, dan ternyata deng deng deng....  dua orang perawat datang. S alah satunya berkata, “Diinfus dulu ya mbak..” Pasrah … Masih t rauma dengan pengalaman di masa lampau. D ulu waktu umur 13 , saya pernah diinfus dan perawat gaga

PERSIAPAN PRA OPERASI (SKOLIOSIS PART III)

Jeda waktu antara diputuskannya tanggal operasi dengan eksekusi operasi sekitar 2 minggu. Selang waktu tersebut saya gunakan untuk mengurus segala hal yang mesti diurus. Daaan.... saya puas-puaskan mengendarai motor dulu. Sebenarnya saya tidak terlalu ingat betul apa saja persiapan yang saya dan orang tua saya lakukan. Sepertinya saat itu saya selow sekali, bukan seperti orang yang mau dieksekusi operasi. Kehidupan keras sebagai anak kos dan juga scoliosis itu sendiri lebih mendewasakan saya. Saat itu, saya siap mati dan pasrah kepada Allah. Jadi, apa yang perlu dikhawatirkan? Tapi, ketika ditanya apakah ada perasaan takut atau tidak? Ya jelas, pasti ada.  "Yang saya takutkan bukanlah kematian. Justru kehidupan. Jika saya memang hidup, tapi ada kegagalan operasi yang mengakibatkan cacat. otomatis saya akan menjadi tanggungan beban bagi orang tua saya seumur hidup." H-2 Sampai hari ini saya masih pilek, padahal saya ingat Prof Respati telah berpesan untuk menjaga

MASA – MASA KELABU DAN GALAU (SKOLIOSIS PART II)

Menangis berhari-hari. Respon yang muncul sejak saya divonis harus operasi. Kedua orang tua saya hampir akan memaksa saya untuk operasi. Saya hanya menangis dan menangis di malam hari, dan tidak ada seorang pun yang tahu. Saat itu sekitar H-10 lebaran. Orang tua saya juga galau berat => operasi: risiko mati atau lumpuh, tidak operasi: risiko paru dan jantung. Pada akhirnya, mereka lebih pro ke operasi mengingat dampak yg dapat ditimbulkan jika saya tidak dioperasi, yaitu kapasitas paru-paru mengecil, jantung tidak optimal, dan katanya kalau melahirkan susah. Hari demi hari berlalu saya jalani dengan jiwa yang kosong, berasa udah gak lama kontrak saya dengan Allah di dunia ini. Everyday searching everything tentang penyakit ini. Dan psikologis saya semakin buruk. Lagi-lagi menangis. Saran saya: Jangan googling tentang penyakit, karena semuanya lebay. Ada yang meninggal lah, lumpuhlah, ada yang pen yang udah diimplantasi tiba-tiba sekrupnya lepas di dalam. Berasa nonton film t

ADA APA DENGAN PUNGGUNGKU ? (SKOLIOSIS PART I)

Image
Saya sudah lupa kapan tepatnya saya memiliki benjolan (hump) di punggung sebelah kanan, sepertinya sekitar kelas IX (14-15 th). Benjolan itu tidak terlihat ketika saya memakai baju.  Di kamar mandi saya ada sebuah cermin yang berukuran cukup besar, dan disitu saya baru melihat bahwa ada yang abnormal dengan tubuh saya, namun saya diam saja tidak menceritakannya kepada siapa pun. Pikiran seorang bocah. Terlalu sederhana. Saya pikir semua orang punya bagian tubuh yang tidak simetris. Selama itu tidak mengganggu ya santai saja. Pada suatu hari, saya lupa tepatnya kapan, ayah saya mengomentari masalah ini. Kemudian ibu saya juga mengeceknya. Di situlah baru ketahuan memang punggung saya benar-benar abnormal. Saat itu saya masih selow aja. Orang tua saya juga sama, karena background keluarga saya merupakan orang awam di bidang medis. Beberapa tahun memiliki benjolan pada punggung, saya tak mempunyai keluhan sama sekali. Orang tua saya sama juga, sudah lupa akan hal itu. Baru s