Posts

Showing posts from September, 2013

BERBAGI TENTANG 'MENJADI SEORANG JURNALIS'

Image
Menjadi jurnalis sedikit banyak telah mengubah hidup saya, telah mengubah beberapa karakter saya. Saya menjadi lebih gampang untuk memulai percakapan dengan orang baru, berbasa-basi, walaupun kadang garing. Memang hingga sekarang banyak yang masih berpendapat bahwa saya pendiam, tapi ini jauh lebih mending daripada saya yang dulu. Dengan sering mewawancarai orang dari berbagai macam background, sedikit banyak saya berlatih untuk bisa menggunakan bahasa yang tepat kepada orang yang tepat. Bagaimana berbicara formal dengan dosen, berbicara hangat kepada karyawan atau pegawai, dan berbicara santai kepada mahasiswa. Selain itu, saya bertemu dengan berbagai karakter unik. Ada yang berbicara panjang kemana-mana. Sebaliknya, ada yang ditanya panjang 2-3 kalimat, jawabannya hanya satu kata. Ada yang sok sibuk, ada yang sibuk beneran sampai harus berkali-kali ganti jadwal wawancara. Ada yang berkomitmen memenuhi janjinya, ada juga yang lupa kalau sudah berjanji untuk wawancara (saki

WAS I BORN TO LOVE WRITING?

Saya ingin mengenang sedikit masa lalu saya di bidang tulis menulis. Tidak cerah memang, tapi lucu untuk dikenang. Dari sejak saya lahir, saya seperti tidak ditakdirkan untuk memiliki kemampuan berbahasa yang baik. Nilai ujian nasional paling jelek dari SD, SMP, maupun SMA sudah dapat ditebak, yaitu Bahasa Indonesia. Ujian pilihan ganda saja tidak bisa, apalagi ujian esai. Kacau balau setiap ada tugas mengarang, membuat esai, cerita, puisi, dan sebagainya. Hal yang saya benci karena saya tidak bisa menuliskan apa yang ada di pikiran saya. Tulisan saya macam anak SD yang sangat kaku dan benar-benar SPOK. Saya memang aneh. Biasanya orang yang senang membaca, juga senang menulis. Saya kutu buku, sangat kutu buku (sejak saya bisa membaca), tetapi tidak doyan menulis. Hingga suatu ketika semuanya berubah. Saat kelas XII SMA, saya bertemu dengan seorang guru Bahasa Indonesia yang luar biasa, namanya Bu Uswatun. Berbeda dengan sistem yang digunakan guru-guru lain dalam mengajar, beli

PERLUKAH MENCATAT SAAT KULIAH?

Image
Postingan saya saat ini agak kontradiktif dari postingan sebelumnya yang menyarankah untuk "MENULISLAH!!!" Semua ini berawal dari berbulan-bulan sebelumnya, bahkan bertahun-tahun sebelumnya, namun pemicunya hari ini. Kejadian di kelas imunologi: (Saya duduk paling depan, dosen menjelaskan, semua orang sibuk menatap buku catatan masing-masing, dan tentu saja mencatat apa yang dikatakan dosen) (Dosen menghampiri saya) D: "Kamu gak mencatat?" S: (diam, hanya tersenyum, dalam hati deg-degan takut dimarahi) D: "Oh saya tidak melarang ya kalau Anda tidak mencatat. Saya ini salah satu penganut liberal science juga. Itu berarti otak Anda cemerlang. Gak masalah Anda tidak mencatat, yang penting lulus ujian. Kan, gitu?" S: (tersenyum kaku, ingin melakukan pembelaan, tapi menurut saya sia-sia) Jadi, saya menulis pembelaan di sini. Kenapa saya tidak mencatat? Bukan karena malas. Bukan karena tidak suka mata kuliahnya atau dosennya. Sama sek

MENULIS, STIMULAN YANG LEBIH HEBAT DARI KOPI

Image
Menulis itu bagaikan suatu stimulan bagi saya. Stimulan yang lebih hebat dari kopi. Saya kurang tau efek stimulan jenis lain pada tubuh saya, karena saya belum pernah mencobanya. Tentu saja karena dilarang hukum maupun agama. Menuliskan semua pendapat saya, menumpahkan semua pikiran saya, selalu mengasyikkan. Apalagi euforianya setelah tulisan itu selesai. Mungkin endorphin di otak saya langsung meningkat tajam. Euforia ketika membacanya dari awal hingga selesai. Ajaib, selalu mengasyikkan dan membuat saya bersemangat. Menulis itu adalah candu. Ketika saya selesai membuat suatu tulisan, rasanya ada ide lain yang tiba-tiba muncul di kepala saya, dan minta dituliskan juga. Dan seterusnya. Di dunia nyata, saya sama sekali bukan orang yang cerewet. Tetapi, saya juga bukan orang yang sangat pendiam. Di dunia nyata, ketika saya diam, tidak sedang berbicara, bukan berarti saat itu pikiran saya kosong. Justru mungkin saja sebaliknya, terlalu banyak pikiran di kepala saya

BAGIKU, MENCINTAI ITU TIDAK PERNAH INSTAN

Maaf, MENCINTAI bagi saya adalah suatu proses, selalu butuh waktu. Dan itu tidak pernah sebentar. Mungkin 1-2 tahun, 5 tahun, bahkan puluhan tahun. Saya tidak bercanda. Berkali-kali saya membuktikannya. Apa yang saya benci pada awalnya, bisa berbalik 180 derajat menjadi sesuatu yang saya cintai. Tetapi itu semua butuh proses dan pembiasaan. Pertama kali berkenalan dengan yang namanya Biologi saat kelas VII, saya sebal setengah mati. Mapel IPA yang paling saya benci. Pernah suatu ketika, pada saat ulangan, nilai biologi saya terburuk nomor 2 di kelas. Berita yang lebih menggemparkan lagi, saat saya ditunjuk untuk mengikuti seleksi Olimpiade Biologi. Luar biasa.... Mau muntah rasanya. Mengutuk, kenapa saya tidak ikut matematika saja. FYI: nilai rapor matematika saya hanya 2 angka di bawah nilai sempurna. 2 tahun kehidupan SMP saya banyak berkutat dengan biologi. Saya membencinya, saya mempelajarinya hanya karena alasan profesionalisme. Seperti kutukan, ketika saya masuk SMA,

AKU ADALAH CIPTAANNYA

Aku adalah PER PEGAS Besar tekanan yang kau berikan padaku, akan memantul dengan kekuatan yang sama Tidak !!! Sebenarnya aku tidak persis sama dengan per Ada suatu saat ketika gaya reaksi yang aku berikan lebih besar dari gaya aksi yang kau berikan Memang manusia tidak dapat disamakan dengan benda yang bisa dijadikan teori Selalu ada anomali dalam diri manusia Aku adalah pendongeng ulung Aku senang bercerita tentang banyak hal tentang diriku tentang pemikiranku tentang alam di sekitarku Sayang, ceritaku tidak untuk didengar manusia Aku hanya bercerita untuk diriku sendiri Berbagi pikiran dengan diriku sendiri Bertanya kepada diriku sendiri Menjawab pertanyaan untuk diriku sendiri Aku bukan egois Aku juga tidak oportunis Aku hanya tidak bisa menceritakannya kepada orang lain Bukan karena tidak mau, tapi tidak bisa Beberapa kali aku mencoba, tapi yang keluar bukanlah hasil yang aku inginkan Berbeda dengan yang aku pikirkan Aku hanya pandai bercerita dengan