MEMILIKI PASSION ITU SEPERTI ORANG YANG JATUH CINTA

Banyak orang membicarakan tentang passion. Kuliah harus sesuai passion, bekerja apalagi. Tapi apa sebenarnya yang dimaksud dengan passion? Siapa sih passion? Di mana letak passion? Bagaimana kita bisa membedakan mana passion kita dan mana yang bukan passion kita? Dan the big question is,"Siapa yang memutuskan apa yang menjadi passion kita?"

Sayangnya, saya bukan orang yang bisa menjawab semua ini. Pembahasan tentang passion ini akan lebih banyak subjektif dan ngawur-nya, ketimbang yang bener. Kalau dari Cambridge dictionary, "a passion for something: when you like something much". Kalau menurut saya, passion itu adalah sesuatu yang membuat kamu rela melakukan apa saja untuk mencapainya. Dia yang membuat kamu rela tidak tidur, walaupun kenyataannya kamu adalah tipe orang yang bahkan ketika gempa bumi pun datang, kamu masih tertidur.

"Passion itu jatuh cinta. Ketika namanya disebut, atau disinggung sedikit saja, kamu langsung berbinar-binar. Jantung kamu berdetak lebih cepat tanpa pengaruh stimulan. Tangan kamu langsung berkeringat dan sedikit gugup. Persis seperti orang yang jatuh cinta."

Sesekali waktu kamu mungkin berhasil menutupinya dari orang-orang di sekitarmu dengan alasan tertentu. Mungkin karena passion kamu seperti tidak akan dapat tercapai. Mungkin karena pekerjaan kamu atau kuliah kamu tidak sesuai dengan passion kamu dan kamu memilih untuk tetap terperangkap di tempat tersebut. Ya, sesekali waktu bisa ditutupin. Tapi ketika ada pemantiknya, kecil saja, maka meledaklah benteng kokoh yang kamu bangun untuk menutupi semuanya.

Dan jangan ditanya masalah kesetiaan. Kamu akan rela meninggalkan zona nyaman kamu (misal: pekerjaan yang sudah mapan) hanya untuk mengejar passion kamu yang bahkan tidak jelas apakah dia mungkin terkejar atau tidak. Passion membuat orang jago kandang mau bermain-main dengan ketidakpastian.

Persis seperti orang yang jatuh cinta sepihak, orang yang memiliki passion terhadap sesuatu akan berkata seperti ini, "Gak masalah kok kalau saya toh akhirnya gak bisa mengejar passion saya. Gak masalah saya bekerja di bidang yang tidak sesuai dengan passion saya. Yang penting saya masih bisa menekuni dan mempelajari passion saya, itu sudah cukup membuat saya bahagia dan damai." Persis bukan dengan seseorang yang memendam cinta berkata seperti ini, "Gak masalah kok kalo dia gak cinta saya. Selama saya masih bisa mencintainya, itu sudah cukup bagi saya."

Seringkali orang tidak dapat membedakan passion dan kesukaan yang semu. Mudah saja untuk membedakannya. Ketika kamu rela dihujat orang lain demi membela passion kamu, maka itu benar-benar passion kamu. Ketika kamu tidak peduli orang lain meremehkan passion kamu karena passion kamu itu bukan hal yang populer (baca: anti mainstream), maka sudah dipastikan itu benar-benar passion kamu. Kalau passion kamu merupakan sesuatu yang populer, dipandang tinggi oleh masyarakat, maka berhati-hatilah, bisa jadi hal tersebut sebenarnya merupakan label yang ingin kamu dapat dari orang-orang sekitarmu.

Untuk pertanyaan terakhir saya tidak mampu menjawab. Di luar pengetahuan saya. Pertanyaan ini sudah saya tanyakan selama bertahun-tahun. "Siapa dan apa yang menentukan passion kita?"Sederhana saja alasan saya menanyakan hal ini. Saya kuliah bukan di jurusan yang menjadi passion saya. Ketika orang-orang mulai menanyakan setelah lulus S1 mau kemana, saya bingung menjawabnya. Bukan karena saya tidak tahu mau ngapain, saya tahu betul ingin kemana. Tapi seperti semua itu mustahil untuk dicapai. Ketika mimpi orang lain begitu sederhana,

"Ingin bekerja di industri"
"Ingin punya apotek sendiri"
"Ingin bekerja di BPOM"
"Ingin jadi dosen farmasi"
"Ingin membuka klinik kecantikan"
"Yang penting apoteker dululah"
"Ingin langsung nikah"

Ketika saya ditanya balik, haruskah saya menjawab seperti ini,

"Ingin S2 Neuroscience. Terus jadi ahli neuroscience dan mulai mengembangkan ilmu ini di Indonesia.

Apa yang saya dapat?

"Lah, emang bisa ya dari farmasi ke Neuroscience?"
atau:
"Kalau udah S2, terus nanti balik ke Indonesia mau jadi apa? Di sini kan gak ada wadah buat neuroscience?"
dan yang lebih parah:
"Neuroscience tu makanan apaan sih?"

Atau saya akan menjawab ini:
"Pingin jadi ahli forensik"
Yang saya dapat:
"Emang farmasi bisa ke forensik?"

Atau jawaban saya:
"Jadi consulting detective. Atau agen FBI."
Yang saya dapat:
-__________-
(si muka gepeng)

Berlatar belakang hal tersebut, saya sering merenung, kenapa passion saya harus yang aneh seperti itu? Yang tampaknya out of reach. Yang semua orang mulai meragukan apakah saya hanya "bermimpi".

"Siapa yang menentukan passion kita? Apakah sejak lahir, di dalam gen-gen kita sudah terkode untuk diekspresikan dalam bentuk passion kita?Apakah saya dan semua orang ini sudah ditakdirkan untuk memiliki passion?"

Atau faktor lingkungan berpengaruh? Sekedar info: sejak kecil saya tertarik dengan benda yang namanya otak, tertarik dengan psikologi manusia, tertarik dengan yang namanya kriminal dan forensik. Tidak ada yang pernah mendoktrin saya dengan hal ini. Saya tidak memiliki orang tua atau saudara yang berhubungan dengan pekerjaan ini. Perasaan ini tumbuh begitu saja. Apakah benar passion itu takdir???

Comments

Popular posts from this blog

SURVIVAL IN ITB WITH MY SCOLI (SKOLIOSIS PART VIII)

SEMINAR, AKHIR CERITA TUGAS AKHIR II

IF YOU WANNA GO, JUST GO!!!