SCIENCE, POWER & USAGE
Sebuah sentakan yang cukup keras hari ini datang dari dosen saya. Beliau memang suka keluar topik dari kefarmasian ketika memberikan kuliah. Tetapi justru itulah yang saya sukai dari beliau, selalu menceritakan hal-hal yang dapat membuka pikiran dan hati kami. Entah bermula dari mana, tiba-tiba beliau mengawali topik ini.
"Ada yang tahu SBY itu mendapat doktor di bidang apa?"
"Agribisnis." => (nyari di wikip lebih tepatnya ekonomi pertanian sih)
"Nah sekarang bagaimana keadaan bisnis pertanian di negara kita?"
--- hening dan merenung ----
"Itulah kita, orang Indonesia."
"You have SCIENCE. You have a POWER. BUT YOU CAN'T USE IT!!!"
Beberapa permasalahan yang ada di Indonesia adalah kurangnya komunikasi antara scientist dengan pembuat kebijakan. Scientist mungkin saja memiliki berbagai ide inovatif yang dapat menjadi solusi untuk permasalahan yang ada saat ini. Tetapi, dia tidak punya kuasa untuk mengaplikasikannya secara masal. Sebaliknya, pejabat memiliki wewenang untuk menerapkan kebijakan, tetapi tidak memiliki science untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Tetapi, beliau memiliki dua-duanya, dan sama saja, tidak menyelesaikan masalah.
"JLEPP..." Kata-kata itu terngiang-ngiang di kepala saya sepanjang hari. Ini bukan kritik untuk satu orang saja, ini kritik untuk kita semua, terlebih-lebih saya sendiri. Benar juga ya, kita mahasiswa punya ilmu lebih, tapi apa gunanya kalau tidak digunakan??? Bukankah salah satu amalan yang tidak akan pernah terputus adalah ilmu yang bermanfaat?
Saya juga jadi teringat beberapa waktu lalu ketika saya mendapat teguran dari salah seorang teman saya. Penyebabnya adalah, saya diminta untuk memberikan sebuah materi di suatu forum, tapi saya bilang saya merasa tidak cukup layak untuk memberikan materi tersebut. Masih banyak kakak-kakak lain yang lebih layak dari saya. Kemudian dia memberikan sedikit nasehat dengan sebuah analogi:
"Ngajarin orang nyingkirin batu dari jalan akan lebih bermakna daripada sarjana yang merasa minder dengan ilmunya dan merasa belum pantas untuk membaginya."
Jadi sekecil apapun ilmunya, harus diamalkan. Tidak usah menunggu terlalu banyak ilmu baru diamalkan. Tidak perlu harus dalam bentuk yang besar, misalnya membuat sebuah produk lalalalal yang bermanfaat untuk lalalala dan sebagainya. Bisa dimulai dengan cara mengajari teman yang mungkin belum terlalu paham dengan pelajaran kuliah.
Dan satu lagi. Apapun ilmu yang sudah ada pada diri saya saat ini, saya berharap suatu saat bisa mengaplikasikannya untuk menjawab permasalahan bangsa. Tidak hanya menjadi teori muluk-muluk yang ada di kepala saya, yang ketika saya mati, hanya akan membusuk bersama jasad saya.
Comments
Post a Comment