SURVIVAL IN ITB WITH MY SCOLI (SKOLIOSIS PART VIII)
Foto rontgen menggunakan brace |
Wah udah nyaingin cinta fitri dan tersanjung
aja nih sampai part VIII. Empat bulan di ITB dengan kondisi baru ini bukanlah
hal yang mudah. Saya berangkat ke Bandung tanggal 25 Agustus pukul 19.00 naik mobil
bersama ayah dan kedua kakak saya. Tanggal 26 pagi sampai di Bandung. Magribnya,
mereka pulang. Setelah say goodbye dengan mereka, buka pintu kamar, tutup, dan
nangis kenceng. Perlu diketahui saya termasuk cewek yang sangat jarang
menangis. O ya, sebelum saya berangkat, saya sempat kontrol di RSO. Berikut foto rontgen saya saat kontrol.
Tahun pertama saya di ITB (semester
I dan II) saya adalah aktivis kampus yang sedang mencari jati diri. Hampir
semua kegiatan diikuti. Pulang tengah malam biasa, pulang malem sangat biasa,
pulang sore LUAR BIASA. Mahasiswa kura-kura (kuliah-rapat-kuliah-rapat). Dan
sekarang, semester 3 berubah 180 derajat. Mahasiswa kupu2 dan kuprak2 (kuliah
pulang & kuliah praktikum). Kegiatan saya lepas semua, hanya 1 yang
tersisa. Sedihnya, hampir semua kegiatan organisasi dilakukan di selasar. It
means, saya tidak bisa ikut karena saya tidak boleh duduk bersimpuh atau sila.
Pokoknya saya benar-benar menghilang dari peradaban, dicari-cari kaya buronan,
disms, ditelpon gak bales (kalau ini karena gak ada sinyal di kosan baru saya).
Hampir setiap hari punggung saya
rasanya sakit luar biasa, terutama setelah praktikum. Ngangkat kursi praktikum
saja tidak kuat. Sering saya tidak fokus praktikum karena lebih fokus dengan
kesakitan saya. Tapi, saya tidak pernah mau terbuka dengan teman saya saat saya
merasa sakit. Teman saya tidak pernah tahu ketika saya kumat, karena dari luar
ekspresi saya biasa aja (ini karena muka saya yang monoton). Benar kata
pepatah, “Cewek itu pintar menyembunyikan perasaan.” Barangkali saat saya kumat
di tengah-tengah praktikum, dan mengabaikan praktikum, teman satu kelompok saya
berpikir macam2, misal: “ni anak gabut banget, gak mau kerja” dll. Maafkan saya
teman2 karena kegengsian saya untuk mengakui kalau saya lagi kumat.
Saat di tengah-tengah semester saya
sempat berpikiran untuk mundur. Ingin menelepon ibu saya, mau pulang, dan
memilih istirahat di rumah. Namun, saya berpikir lagi. Perjuangan setengah
semester ini bakalan sia-sia. Masak kamu selemah itu sih. 2 bulan kemarin aja
kuat, harusnya 2 bulan lagi kuat dong. Dan musim ujian pun datang, ya
saya belajarnya agak asal-asalan, lebih sering tidurnya.
Target semester ini berubah. Bukan IP 3,5 seperti sebelumnya. Targetnya ganti, strategi ganti. DO THE BEST!!! Gak usah mikirin IP, yang penting lulus dalam semua mata kuliah. Buktikan kalau kamu kuat. Kamu sakit. Teman-temanmu sehat, normal. Dan kamu bisa sejajar dengan mereka. Abaikan skoliosismu. Karena kamu tidak bisa begadang seperti teman-temanmu, maka kamu harus memperhatikan dosen di kelas. Walaupun bosen, ngantuk, tapi cobalah untuk bertahan di kelas.
"Karena punggung saya tidak kuat diajak duduk lama. Solusinya, saya baca sambil tiduran. Efeknya, bukan hanya tiduran tapi tidur beneran. Tau2 hari udah pagi, dan ujian beberapa jam lagi. WHAT THE…… HEAVEN!!!"
Target semester ini berubah. Bukan IP 3,5 seperti sebelumnya. Targetnya ganti, strategi ganti. DO THE BEST!!! Gak usah mikirin IP, yang penting lulus dalam semua mata kuliah. Buktikan kalau kamu kuat. Kamu sakit. Teman-temanmu sehat, normal. Dan kamu bisa sejajar dengan mereka. Abaikan skoliosismu. Karena kamu tidak bisa begadang seperti teman-temanmu, maka kamu harus memperhatikan dosen di kelas. Walaupun bosen, ngantuk, tapi cobalah untuk bertahan di kelas.
"Alhamdulillah, strategi berhasil walaupun jujur belajar saya tidak maksimal. Saat pengumuman IP semester 3, Alhamdulillah di atas ekspektasi. Semuanya tidak ada yang sia-sia."
Teman-teman dekat saya luar biasa baiknya. Mereka tidak menganggap saya abnormal seperti mereka. Walaupun mereka tetap menganggap saya aneh (ini karena alasan lain). Jadi mereka suka mengolok-olok saya. Misal saat pelajaran tau2 mereka mengelus-elus pinggang saya. Terus mereka bilang, “Aku habis melecehkanmu lho”. Wah, beneran, gak kerasa, wkwkwk. Terus, waktu mentoring agama, juga dilakukan secara lesehan. Waktu itu, saya hendak memaksa diri saya untuk ikut duduk lesehan. Tapi, teman saya, Fira, ternyata ingat. Dia bilang ke tetehnya kalau saya tidak bisa duduk di bawah. Akhirnya kita cari tempat yg ada kursinya. Saya duduk di kursi, sedang mereka duduk di bawah. Maafkan saya teteh..
"Mereka juga sering mengolok-olok, “Dasar nenek-nenek, tulangnya udah rapuh,” dan semacamnya. Dan saya justru enjoy dengan ejekan mereka."
Dan hal lain yang cukup menyiksa adalah masalah WC. Karena saya hanya bisa BAK dan BAB di toilet duduk, maka itu merepotkan. Tidak semua gedung di ITB ada toilet duduk. Kalaupun ada, seringkali saya merasa jijik saat menggunakan fasilitas toilet jongkok umum. Jadi sering dari jam 7 pagi hingga 7 malam tidak pipis dan memilih pipis di kosan. Kasihan sekali ginjal saya !!! Hal lainnya yg jadi hambatan adalah masalah waktu. Karena kosan saya jauh, kurang lebih 30 menit dari kampus kalau naik angkot, saya jadi sering telat. Apalagi dengan kondisi post operasi, saya kalau mandi sekitar 30-40 menit karena harus hati-hati. Saya dua kali tidak boleh masuk kelas karena telat. Pernah juga dihukum berdiri di depan kelas karena telat. Datang ujian telat sudah tak terhitung jumlahnya. Pernah telat ujian 40 menit. Well, gimanapun juga sangat berterima kasih kepada Allah, orangtua, dosen, teman2 tercinta, yang membuat saya kuat menjalani perkuliahan semester ini. Semangat untuk semester depan !!!
Sekarang
ini, saat saya membuat tulisan ini, kemajuan post operasi saya Alhamdulillah
luar biasa. Sudah 6,5 bulan sejak operasi. Saya sudah berpisah dengan my bullet proof vest sejak 2 minggu yang
lalu. Sudah boleh jongkok dan sujud.
Rontgen 6 bl post operasi |
"Sujud pertama terasa luar biasa. Gerakan sholat sudah sempurna. Rasanya itu luar biasa gembiranya. Senyum terpancar di wajah ibu saya."
Well, untuk semua teman-teman yang “special” seperti saya jangan mengeluh ya. Hadapi semuanya dengan senyuman. Jangan jadikan scoliosis sebagai penghalang untuk mengejar mimpi-mimpimu.
"Salah satu motivasi saya untuk selalu berjuang adalah kata-kata ini. “Allah bukan menilai hasil kerjamu, tapi Allah menilai seberapa besar usahamu dan niatmu.” Jadi, ketika kita sudah berusaha keras dan tidak mencapai seperti yang kita inginkan, jangan menangis. Tersenyumlah. Orang-orang di luar mungkin mengejek kita. Orang-orang di luar mungkin menilai kita malas. Orang-orang di luar mungkin berpikir bahwa penyakit yang kita derita ini merupakan dalih agar kita terbebas dari pekerjaan berat. Jangan pedulikan. Hanya Allah yang tahu seberapa keras perjuangan kita untuk bertahan di tengah-tengah orang normal. Tutup telingamu, tegakkan badanmu. Berjalanlah, kalau memungkinkan berlarilah. Dan Allah akan mendorongmu dengan kekuatan yang tidak pernah kamu bayangkan sebelumnya."
–The end-
Assalam.. Mbak nely
ReplyDeletesaya mw tnya2 ttg oprasi ny
Bnyak org takut dgn oprasi skoliosis... Brapa biaya total yg dikeluarkan?
Apaakah sbenerny mmg oprasi adalah jalan terbaik utk pndrita skoliosis? Apakah ada resikony jika gagal
serta apa yg bs mmbuat oprasi tsb gagal?
Saudara saya jg pnderita skoliosis dan sgt takut utk oprasi
Wa 'alaikum salam mbak.
ReplyDeleteBiaya total waktu itu kebetulan saya menggunakan ASKES, habisnya antara 30-40 jt, lupa tepatnya.
Hmm jawabannya tidak selalu. Dokter lebih tahu tentang hal ini, dan pasti harus dipertimbangkan lebih besar mana risiko dengan manfaatnya.
Kalo baca-baca di internet ada sih yang gagal, bisa jadi karena pendarahan terlalu hebat, ada bagian saraf vital yang kena, dan sebagainya.
Tapi sejauh ini, banyak sekali pasien post operasi yang sehat-sehat aja kok. Gabung aja di grup fb, Masyarakat Skoliosis Indonesia. Disana kita banyak sharing2, jadi wawasan tentang skoli lebih terbuka
Mbak sendiri skrg gmna keadaannya? Apa msh ada sakit di punggungnya?
ReplyDeleteKalo sakit tentunya masih ada, tapi ya udah jauh berkurang kok, sekarang aktifitas udah jauh lebih bebas.
Deletenel..whats wrong w/ u? baik-baik saja kan?
ReplyDeleteItu 1 tahun yg lalu kok rifa hehe :)
DeleteAlhamdulillah, kalo sekarang jauh lebih baik
mba neli itu kamu biayanya 30-40jt pake askes tanpa ngeluarin biaya apapa apa lagi ? atau sisanya 30-40jt ? kalo boleh tau pake askes apa ya ? kamu sering naik motor ga ?
ReplyDeleteiya 30-40 juta itu dana yg dikeluarin dari kantong pribadi (baca: ortu), sisanya ditanggung pemerintah. Kalo biaya aslinya berapa, kurang tau juga. Maksudnya 'pake askes apa' vin? Emang askes ada macam2nya ya? Gak tau, hehe. Iya, dulu sebelum kuliah aku pengendara motor kok tiap hari
ReplyDeleteMba kira kira pennya boleh di lepas atau udah permanen pennya?
ReplyDeletePermanen, kata dokter tdk perlu dilepas kok
DeleteMba kira kira pennya boleh di lepas atau udah permanen pennya?
ReplyDeleteMbak, di salatiga rumahnya di daerah mana, saya juga di salatiga, dan saya skoliosis juga. Salam kenal :)
ReplyDelete