THE REASON WHY I LOVE "MBOLANG"

Sedikit klarifikasi, 'Mbolang' yang berasal dari kata 'bolang' di sini bukan akronim dari 'bocah petualang', melainkan 'bocah ilang'. Salah satu hobi saya adalah mbolang. Maksudnya, bepergian ke suatu tempat sendirian atau berjalan-jalan sendirian. Mungkin sangat tidak lazim bagi cewek untuk bepergian sendirian. Sebagian besar cewek akan menolak untuk pergi sendirian dengan alasan garing, males, sepi, malu (khususnya dalam hal makan), dan dengan sejuta alasan lainnya. Mending gak pergi daripada pergi sendirian.

Namun, bagi saya tidak. Justru kalo dikuantifikasi, sepertinya saya lebih sering pergi sendirian daripada pergi bersama teman. Why? Pertama, saya selalu tidak ingin merepotkan orang lain. Kalau itu kebutuhan saya untuk
pergi ke tempat tersebut, kenapa harus merepotkan orang lain yang tidak memiliki kepentingan untuk datang ke tempat tersebut?

Kedua, dengan mbolang saya menjadi punya banyak waktu untuk berpikir. Karena saya di Bandung tidak membawa motor, jadi pergi ke manapun hanya mengandalkan dua hal, jalan kaki dan naik angkot. Berbeda dengan mengendarai motor, berjalan kaki tidak membutuhkan tingkat kefokusan yang tinggi. Jadi, selama berjalan kaki untuk waktu yang lama, akan ada banyak sekali waktu yang tersedia bagi saya untuk "berhenti" dan "berpikir" tentang banyak hal. Bagaimana bisa? Sederhana sih, ketika saya berada di kos, katakanlah, ada terlalu banyak pekerjaan penting lain yang perlu saya kerjakan, jadi tidak ada yang namanya kesempatan untuk berpikir hal-hal sepele. Berbeda dengan saat berjalan kaki, saya tidak bisa melakukan apapun kecuali berpikir. "Berhenti" sendiri adalah suatu proses yang menurut saya penting, yaitu berhenti dari segala bentuk rutinitas yang menghalangi saya untuk memikirkan hal-hal sepele. Berhenti dari rutinitas juga memberi waktu bagi saya untuk mengevaluasi apa yang telah saya lakukan, apakah yang saya lakukan benar? Atau tidak seharusnya saya memilih dan melakukan hal-hal yang saya lakukan.

Contohnya, pada malam ini, ketika besok akan ujian dan masih sangat banyak pekerjaan di luar akademik yang harus diselesaikan, otak saya mencari alasan agar saya memiliki waktu untuk "berhenti" dan "berpikir". Dan otak saya pun berhasil mencari alasan untuk memerintah saya, yaitu dengan mencari martabak yang jauhnya kurang lebih 20 menit dari tempat kos saya. Jadilah saya menghabiskan sekitar 1 jam di luar dan sendirian. Dalam waktu 1 jam saja, saya sudah sempat memikirkan banyak hal-hal sepele, tentang siapa saya, seperti apakah saya, teman-teman saya, keluarga saya, masa lalu saya, dan seperti apakah masa depan saya. Lalu, sempat terbesit juga, jika dibuat dalam bentuk persen, berapa persenkah saya merasa bahwa hidup saya bahagia? Akankah mencapai 50%, 75%, atau 90%? Kemudian saya mulai berpikir lagi sebenarnya hal-hal apa yang seringkali membuat saya tidak bahagia? Apakah kondisi saya? Atau justru perasaan saya sendiri yang membuat saya tidak bahagia?

Dan saya sedikit menemukan titik terang, bahwa perasaan saya sendiri yang biasanya membuat saya merasa tidak bahagia. Kondisi saya terlalu banyak yang bisa disyukuri; keluarga yang bahagia, teman-teman yang baik, punya kesempatan menempuh pendidikan tinggi, kondisi kesehatan yang semakin baik setelah sekitar 1 tahun lalu cukup memprihatinkan. Yang membuat saya tidak bahagia adalah tidak adanya 'free will'. Saya selalu merasa tertekan ketika harus bekerja untuk orang lain, mengerjakan pekerjaan yang memiliki pengaruh untuk orang lain, mengerjakan pekerjaan yang ada deadlinenya. Selain itu, saya selalu tidak mood mengerjakan rutinitas yang berulang-ulang. Sesuatu yang sedikit berbeda setiap harinya akan membuat saya bahagia. Jadi, kelak suatu saat saya akan mencari pekerjaan yang tidak terikat deadline, bekerja semau saya, dengan deadline yang saya tetapkan sendiri. Mungkin saya bisa menjadi freelancer. Hanya satu jam menghabiskan waktu sendirian di luar membuka cukup banyak pikiran baru. Dan juga menambah mood tentunya.

Bahkan, otak saya berhasil mencari alasan lain bagi saya untuk bisa meluangkan waktu dengan berjalan kaki, yaitu sesuatu yang saya namakan "Program Pencegahan Diabetes Sejak Dini". Selama ini, saya sangat hobi makan makanan dan minum minuman manis. Padahal, faktor resiko saya untuk terkena diabetes cukup tinggi, dari pihak ayah maupun pihak ibu. Kemudian saya menemukan suatu penelitian bahwa berjalan kaki dapat mengurangi resiko terkena diabetes. Jadi, saya harus memilih, berjalan kaki ke kampus dan masih bisa makan makanan manis atau naik angkot ke kampus dan harus stop makanan manis? Tentunya saya akan memilih opsi pertama. Program ini sudah saya lakukan beberapa hari, dan wow! Efeknya luar biasa. Efek fisiologis untuk hormon dan reseptor insulin saya tentunya saya tidak tahu. Tetapi, efek untuk mood saya luar biasa!!! Saya lebih semangat ketika di kelas, merasa bugar, dan tidak mengantuk dan tidur di kelas. Saya menjadi sempat untuk merasakan indahnya pagi dengan seluruh indera saya, dan saya menjadi punya waktu lebih lama untuk berpikir dan merenung, menyalurkan hobi saya, hehe.

Jadi, untuk merecharge mood dan pikiran saya, saya perlu untuk meluangkan waktu sendirian. Mengamati, berpikir, dan merenung. Hmm, beginilah karakter orang introvert. Harap maklum. Berpikir hal-hal sepele sudah menjadi bagian hidup saya, sudah menjadi kebutuhan. Bukan neli namanya kalau tidak memikirkan hal-hal sepele, justru kadang hal-hal yang besar tidak dipikirkan. Lalu, saya membayangkan, jika saya sudah berkeluarga nanti, kasihan anak dan suami saya yang tahu-tahu kehilangan ibunya sesaat karena pergi keluar sendirian dan tanpa pamit. LOL.

Comments

Popular posts from this blog

IF YOU WANNA GO, JUST GO!!!

PERLUKAH MENCATAT SAAT KULIAH?

BLINK: KEMAMPUAN BERPIKIR TANPA BERPIKIR