MATA SEORANG MURID

Di dalam ruangan yang besar, dengan murid puluhan bahkan ratusan, mata pengajar hanya tertuju kepada satu orang. Seperti sedang menjelaskan hanya kepada satu orang. Pernahkah kamu mengalaminya?


Sejak kecil saya selalu merasa memiliki ini. Mata yang memancarkan ketulusan seorang murid yang benar-benar ingin belajar dan menyerap ilmu dari sang guru. Selalu terjadi secara otomatis, ketika saya berada di kelas dan mendengarkan penjelasan dari seorang guru, guru tersebut berkali-kali melihat ke mata saya, seperti hanya sedang mengajar satu murid saja. Mungkin saya memiliki kontak mata yang baik dengan pengajar. Mungkin mata, wajah, ekspresi saya, semuanya mencerminkan bahwa saya ingin mendengar lebih jauh lagi, seperti berkata, "Ayo keluarkan semua, ceritakan semua Pak, Bu. I want more,"...

Awalnya saya mengira kejadian-kejadian ini hanya karena saya memang cukup populer di kalangan guru dari SD hingga SMA, kenal dekat dengan guru, sedangkan guru saya belum tentu tahu teman-teman saya lainnya yang berada di dalam kelas tersebut. Namun, hipotesis saya salah. Karena beberapa kali, bahkan sering terjadi kejadian di mana saya dengan public speaker tidak saling mengenal sebelumnya, namun ada kontak mata selama penyampaian materi berlangsung. Sama halnya dengan sebelumnya, seolah-olah ada gaya tarik yang membuat si pembicara ingin menjelaskan hanya kepada saya.

Tetapi, ada suatu periode ketika kondisinya tidak sama lagi. Sekitar tahun pertama hingga tahun kedua saya kuliah, saya kehilangan 'kemampuan' ini. Ketika saya introspeksi, benar saja, periode ini adalah periode paling galau dalam dunia pendidikan saya, di mana saya tidak tahu tujuan saya kuliah hendak apa, ingin menjadi apa. Di mana saya berusaha mati-matian untuk melawan rasa tidak suka saya pada bidang saya tekuni, tapi tidak berhasil. Saya kehilangan passion saya, kehilangan semangat saya.

Pada masa-masa tersebut, kelas adalah kamar tidur kedua saya setelah kamar kos. Di kelas hanya pindah ruang tidur saja. Datang terlambat, tidur di kelas. Dari dalam diri tidak ada keinginan untuk mendengarkan apa yang dosen jelaskan. Saat itulah eye contact antara saya dengan pengajar menghilang. Mungkin mata saya tidak memancarkan hal yang sama lagi.

Baru setelah semester 5 ke atas, saya merasa menemukan hal ini kembali karena semangat belajar saya sedikit demi sedikit sudah ada.

Sekarang, bahkan saya ada di posisi sebaliknya. Karena saya juga seorang pengajar freelancer, selalu saja dalam setiap kegiatan belajar-mengajar, saya akan terpikat ke salah satu murid yang matanya memancarkan rasa keingintahuan yang besar akan ilmu. Oh, akhirnya saya mengerti apa yang terjadi.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

IF YOU WANNA GO, JUST GO!!!

BLINK: KEMAMPUAN BERPIKIR TANPA BERPIKIR

PERLUKAH MENCATAT SAAT KULIAH?