DEDIKASI UNTUK IBU

Ibu.
Apa itu ibu? Seseorang yang saya sebut dengan panggilan 'mama'.
Sosok ibu yang pertama kali terpikir ada di benak saya adalah, sabar. Eh ada kata lainkah untuk menggambarkan sifat 'amat sangat sangat sangat sabar'? Kalo ada, saya mau pakai kata itu saja.

Ibu adalah seseorang yang ditakdirkan menjadi anak tunggal. Mungkin rasa kesepian yang menghantuinya selama bertahun-tahun dalam kehidupannya, membuatnya balas dendam. Akhirnya lahirlah kami, 6 bersaudara ini.

Seperti di prolog, ibu adalah sosok yang sangat sabar dan jarang mengeluh. Ia jarang menceritakan kesusahannya, kesedihannya kepada siapapun. Tipikal orang yang sangat introvert. Hei, introvert tidak sama dengan pendiam. Dari luar, ibu adalah orang yang ramah. Hanya saja, banyak hal-hal dalam kehidupannya yang menurutnya lebih baik ia simpang sendiri ketimbang dibagikan dengan orang lain.

Berbeda dengan ayah yang lucu, ibu adalah orang yang 'garing'. Ketika orang lain tidak tertawa, ibu adalah satu-satunya orang yang tertawa. Ketika orang lain tertawa terbahak-bahak, ia adalah satu-satunya orang yang tidak tertawa. Ibu juga sering membuat 'joke' yang tidak sengaja, yang menurutnya tidak lucu sama sekali, tapi menurut orang lain lucu.

Ibu adalah orang yang tidak bisa duduk diam. Ada saja pekerjaan di rumah yang selalu ia kerjakan jika tidak sedang bekerja. Entah memasak, mencuci, menyapu, menyiram tanaman. Kalau tidak sedang mengerjakan sesuatu, ia paling-paling tidur. Jarang terlihat duduk santai.

Berbeda dengan ayah yang amat berbakat dalam ilmu-ilmu sosial, bakat ibu sebenarnya adalah ilmu eksak, seperti matematika. Namun ia terjebak dan tersesat. Jadilah ia mengajar bahasa Arab sekarang. Bayangkan saja, seseorang yang tidak pernah memegang matematika selama berpuluh-puluh tahun, namun masih bisa mengajari putra putrinya pelajaran matematika setingkat kelas 1 SMP.

Ada satu hal yang dia ajarkan kepada putrinya. Mendobrak aturan Jawa. "Jadi cewek itu harus punya pendidikan, harus mandiri, tidak tergantung suami. Kamu tidak pernah tahu apa yang akan terjadi pada suamimu kelak. Makanya, kamu harus terbiasa untuk mandiri dan tidak menggantungkan diri pada orang lain."

Berbeda dengan ayah yang zaman kuliahnya adalah aktivis, ibu adalah tipikal mahasiswa SO, rajin belajar, pintar, dan tidak banyak organisasi (bukan berarti tidak berorganisasi sama sekali).

Berbeda dengan ayah, ibu bukanlah orang yang peka. Ibu relatif tidak dapat menangkap sinyal-sinyal tertentu, bahasa tubuh manusia. Itu salah satu kekurangan ibu. Maka, akan sangat gampang menyembunyikan perasaan saya di hadapan ibu, ketimbang di hadapan ayah. Tetapi Allah benar-benar Maha Adil. Kalau ayah bisa membaca situasi yang terjadi karena kepekaannya, ibu yang tidak peka seringkali dituntun untuk secara tidak sengaja menemukan momen yang mengarah terbacanya situasi tersebut.

Dan tentu saja, ingat ibu, selalu ingat masakannya yang super lezat. Yang tiap kali saya pulang, langsung menawarkan ingin dibuatkan masakan apa. Dan jawaban saya selalu sama, "Cumi cumi".

Comments

Popular posts from this blog

IF YOU WANNA GO, JUST GO!!!

BLINK: KEMAMPUAN BERPIKIR TANPA BERPIKIR

PERLUKAH MENCATAT SAAT KULIAH?