"JODOH, IT'S ABOUT THE RIGHT TIME AND THE RIGHT MAN"


Selalu percaya bahwa di dunia ini tidak ada yang namanya kebetulan. Semuanya sudah digariskan. Bahkan daun yang jatuh dari suatu ranting sekalipun merupakan takdir-Nya. Berbicara tentang takdir, tentang jodoh, membuat saya ingin menuliskan suatu kisah. Pertemuan singkat saya dengan seorang gadis yang membuat saya menyadari suatu hal: bahwa masing-masing dari kita akan dipertemukan dengan jodohnya masing-masing di waktu dan tempat yang tepat. Maka, tidak perlu ngotot, maksa, dan terburu-buru. Beginilah ceritanya (dibuat seolah-olah terjadi hari ini)

Hari ini salah satu hari yang saya tunggu-tunggu, menghadiri suatu konferensi terkenal dan saya sangat terobsesi dengan acara tersebut. Bahkan saya berharap, suatu saat saya akan menghadiri konferensi ini bukan lagi sebagai peserta, melainkan pembicara.

Konferensi dimulai pukul 10.00 di Balai Kota Bandung. Namun, seperti hari-hari biasa, saya harus mengurus hewan di lab dulu. Malangnya, entah kenapa hari ini petugas lab nya ngaret. Kemudian timbangannya dipakai dan harus mengantre. Sebelum ke lab saya memesan roti bakar untuk diambil setelah beres lab, dan ternyata si penjual kelupaan dengan pesanan saya. Ditambah dengan kondisi jalan di Dago yang macet. Bahkan selama di perjalanan saya sudah berpikir, "Kenapa sial banget sih hari ini? Konferensi ini sudah saya nantikan sejak lama dan saya ingin datang tepat waktu. Sepertinya saya sengaja dibuat telat." pikir saya.

"Entah kenapa saya yakin hari ini akan terjadi sesuatu"

Saya tiba di lokasi konferensi pukul 10.50, namun tidak diperboleh masuk ke gedung. Peserta yang telat hanya boleh masuk ketika coffebreak sehingga tidak mengganggu acara. Beberapa menit sebelum coffebreak, seorang gadis berkerudung hijau berjalan menuju tempat registrasi. Kemudian saya pun menuju meja registrasi. Oya untuk seterusnya, saya memanggil gadis ini dengan sebutan ‘dewi’. Dewi menyapa saya, “Telat juga?”. “Iya", jawab saya singkat. Dari sinilah saya mulai berkenalan, bertanya dari kampus mana, rumahnya mana, dsb. Kami berdua sama sama sendiri, dan kami memutuskan untuk bersama-sama selama acara berlangsung.

Kata teman saya, saya memiliki aura psikolog. Ketika bertemu dengan orang baru, entah kenapa orang ini dengan enjoynya akan mulai membuka siapa dia dan menceritakan kisah hidupnya panjang lebar, termasuk rahasia-rahasianya tanpa saya minta. Semacam di jidat saya ini ada tulisannya "Hey, boy/girl. Tell me about your secret!" Termasuk si Dewi, gadis 29 tahun, lulusan s1 psikologi, sudah bekerja lama di suatu BUMN, kemudian sekarang sedang mengambil S2 jurusan bisnis di kampus yang sama dengan saya.

Entah lagi ngomongin apa, tiba-tiba si Dewi ini kemudian menceritakan bahwa ia sebentar lagi akan menikah dengan seseorang yang tidak sengaja ia temui 1 bulan yang lalu. Sebut saja namanya Dewa. Bayangkan, baru bertemu 1 bulan, tetapi yakin langsung mau nikah. Kok bisa? Beginilah pertemuan dewi dan dewa.

Dewi sedang pulang dari pengajian di masjid dekat rumahnya. Sambil berjalan, dia bermain HP, dan merasa diikuti dari belakang. Ketika menengok, ada lelaki aneh yang dia kira pencopet. Dewi was-was dan memegang erat tas serta hp-nya. Dengan takut-takut ia bertanya, "Kamu mau ngapain?" Dewa bilang ia ingin mengambil mobil yang diparkir di dekat situ. Dewi curiga, dia tidak melihat mobil di situ. "Mana?" tanyanya. "Itu mbak, belakang mbak," ujar Dewa. Kemudian Dewi yang malu sendiri karena sudah berpikir yang tidak-tidak. Mulailah obrolan singkat. Ternyata Dewa juga pulang dari pengajian yang sama. Kemudian mereka bertukar kontak. Setelah kejadian 'awkward' tersebut, hubungan mereka tidak pernah sama lagi. Kemudian si dewi ini ujung-ujungnya sering dimintai tolong oleh dewa untuk mencari literatur di perpus kampus dewi yang terkenal lengkap untuk keperluan tesis dewa. Tadinya Dewi pikir Dewa hanya memanfaatkannya untuk menyelesaikan tesisnya. Dua minggu setelah perkenalan mereka, Dewa sowan ke rumah orang tua Dewi dan menyatakan maksudnya untuk melamar Dewi. Secepat itukah? Saya sendiri juga tidak mengerti. Pun Dewi juga tidak mengerti. Dia bilang ke saya, "Aku sendiri juga masih belum bisa percaya kalau aku sebentar lagi mau nikah. Semuanya terjadi begitu cepat."

Dengan iseng, saya bertanya, "Kak, tanya nggak ke kak Dewa kenapa waktu itu jalan mepet kayak mau nyopet?" Ternyata saat itu jalanan becek, cuma ada setapak jalan yang kering. Dan si Dewi ngehalangin jalan setapak tersebut. Karena sambil mainan hp, tempo jalan Dewi udah selambat siput. 

Ini membuat saya merenung. Pertemuan mereka pasti merupakan bagian dari skenario-Nya. Bagaimana kalau saat itu Dewi tidak membawa hp? Bagaimana kalau saat itu Dewa sedang malas datang ke pengajian yang lokasinya sekitar 1 jam dari rumahnya? Bagaimana kalau saat itu Dewi lari ketakutan dan obrolan dengan Dewa tidak pernah terjadi? Dan sejuta 'bagaimana' lainnya memenuhi kepala saya.

Pertanyaan lain yang muncul di kepala saya adalah mengapa secepat itu? Mengapa seyakin itu? Bagaimana kalau ternyata Dewa bukan orang yang baik. Oya, sekilas info tentang kepribadian Dewi. Dewi adalah tipikal gadis yang ambisius, pemilih, dan tidak terlalu memikirkan asmara. Dia terlalu asyik mengejar karir. Kemudian dia baru sadar bahwa usianya sudah tidak muda lagi. 29 tahun dan ia belum juga menemukan laki-laki yang tepat. Sebelumnya ia pernah berpacaran dengan seorang laki-laki selama 7 tahun, dan kemudian putus. Sejak saat itu, dia merasa tidak ada yang bisa menggantikan mantannya tersebut. Bahkan mantannya sekarang telah menikah dengan gadis lain. Mengapa tidak mencari? “Untuk masalah pasangan, aku punya kriteria yang spesifik. Nggak bisa sembarangan. Dan Dewa ini memenuhi kriteriaku banget. Dewa sendiri juga pemilih. Ia mempunyai kriteria yang spesifik. Dan dia menemukan itu di aku. Dia bilang dengan bersamaku, entah kenapa ia terpicu untuk menjadi lebih baik dan lebih baik lagi.” Spontan saya merasakan jantung saya berdetak dengan cepat dan mata saya sedikit basah. Harus saya akui bahwa saya terharu mendengar cerita tersebut. Merinding. Bagi saya, itu adalah apresiasi terbesar dari seorang pria untuk wanita. Dibandingkan dengan dibilang cantik, manis, pintar, anggun, saya akan lebih tersanjung dengan ucapan sesederhana itu. Kemudian dia berpesan kepada saya, “Kamu jangan terlalu pintar dan ambis. Mulai harus dipikirkan yang namanya nikah.” 

Tapi pesan moral yang sesungguhnya saya dapat bukan itu. Justru kebalikannya. Ketika usia saya sudah 23 tahun, gadis-gadis seusia saya sudah mulai bertemu dengan pasangannya masing-masing. Ini membuat saya agak tertekan. Sebelumnya, saya pernah dekat dengan beberapa laki-laki. Cuma seperti belum pernah menemukan yang klop, seperti yang Dewi ceritakan. Saking hopeless-nya saya menjadi berpikir , apakah memang saya ditakdirkan untuk sendirian selamanya? Mungkin tidak ada laki-laki yang pas dengan kepribadian saya. Pikiran itu seera terusir setelah saya mendengar cerita Dewi. Dewi tipe pemilih. Dia punya kriteria tertentu, dan dia baru menemukannya di usia 29 th. Saya bakal ketemu pada umur berapa? Wallahu a’lam.

Pelajaran pertama: Semuanya masalah timing. Pada waktu yang tepat, kamu akan bertemu dengan yang tepat, di tempat yang tepat. Saya merasa Allah sedang menyampaikan pelajaran kepada saya melalui Dewi. Seolah-olah Allah sedang berkata seperti ini kepada saya:

“Yang kemarin-kemarin itu sudah seharusnya dilupakan. Itu bukan untukmu. Yang buat kamu, sedang Aku persiapkan. Bersabarlah. Jaga diri kamu. Perbaiki diri kamu. Ingat marshmallow test.”

Kemudian muncul pertanyaan besar lagi dalam diri saya: Jika yang untuk saya masih Ia simpan, kenapa Ia harus mempertemukan saya dengan yang salah terlebih dahulu?

Pikiran saya kemudian bergerak mundur ke masa lalu. Jika dipikir-pikir memang mungkin ada tujuan mengapa Allah mempertemukan saya dengan yang sebelum-sebelumnya. Ia mempertemukan saya dg Mr.X untuk mengajarkan tentang persistence dan perseverance. Ia mengajari pula bahwa terkadang apa yang kita usahakan mati-matian tidak selalu membuahkan hasil. Kemudian Ia pisahkan saya dengan Mr. X untuk mengajari saya, bahwa bagi wanita, akan lebih baik bersama dengan orang yang mencintainya ketimbang dengan orang yang dicintai.

Lalu untuk apa Ia mengenalkan Mr. Y dengan saya? Dengan cara yang aneh pula. Seseorang yang bahkan bertemu secara langsung pun belum pernah. Kenapa Ia harus menumbuhkan rasa di antara kami? Mungkin itu hanya untuk membantu saya keluar dari jurang yang gelap. Entah kenapa sejak menyukainya saya mulai meninggalkan kebiasaan buruk saya. Allah membantu saya melalui perantaranya. Ketika posisi saya sudah berada di permukaan bumi lagi, Ia menarik dan mengambilnya kembali. Dengan cepat dan segera Allah menghilangkan perasaan tersebut. Lagi-lagi Ia bilang, “Itu bukan untukmu, Neli.” Jika Ia tidak mempertemukan saya dengan Mr. Y, mungkin saat ini saya masih berada di jurang yang gelap, sendirian, dan tidak ada yang menolong.

Sama sekali bukannya Allah sedang mempermainkan saya, mengangkat tinggi-tinggi untuk kemudian menjatuhkannya. Bukan seperti itu. Sebaliknya, Ia mencintai saya dengan cara-Nya. Ia ingin mengajarkan banyak hal tentang kehidupan. Ia ingin menyelamatkan saya dari jurang yang gelap, masa lalu yang kelam. Kalau pernah baca puisi yang judulnya "Reason, Season, or Lifetime" http://nelisya93.blogspot.co.id/2013/07/reason-season-or-lifetime.html kita akan tahu bahwa tiap orang yang dipertemukan dengan kita 
itu ada maksudnya.

Pelajaran kedua: yang namanya jodoh, mau secepat apapun pertemuannya pasti akan mulus dan dipermudah. Kalau tidak berjodoh, pasti jalannya akan naik-turun dengan curam, bergelombang, dengan sejuta rintangan. Then I know, untuk tahu bahwa seseorang jodoh saya atau bukan, gampang ternyata. Kalau jalannya nggak mulus, penuh penolakan sana-sini (terutama dari orang tua), simple, itu bukan jodoh saya.

Now, what’s left? Sekarang yang tersisa adalah hanya tinggal bersabar dan memperbaiki diri. Sampai suatu hari saya bisa mengatakan dengan yakin, "Nah ini yang saya tunggu sekian tahun lamanya. Akhirnya dipertemukan juga."

Back to dewi. Pertemuan dengan Dewi membuat saya merenung kembali. Ada perasaan yang kuat bahwa hari ini Allah sengaja mempertemukan saya dengannya. Mempertemukan saya dengan kisahnya. Karena bisa dibilang ini sangat aneh, bagaimana pertemuan dengan si Dewi, seperti ada yang sengaja membuat saya telat dan berkenalan dengannya. Di momen yang tepat. Beberapa minggu terakhir, saya berpikir keras mengenai takdir dan jodoh. Putus asa. Hopeless. Desperate. Terus menerus melemparkan pertanyaan pada-Nya. Namun hanya kekosongan yang saya dapatkan. Dan sekarang Ia menjawabnya dengan cara yang unik. 

Dan ini membuat saya sadar dan tercerahkan bahwa Allah memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita sukai. Jangan memaksakan cerita. Ikuti alurnya. Jika kamu memaksakan cerita, hanya penyesalan yang akan kamu dapatkan.


That’s God’s design. Allah ingin saya belajar tentang kehidupan darinya. Terkadang kita butuh orang lain untuk melihat diri kita sendiri kan?


Comments

Popular posts from this blog

IF YOU WANNA GO, JUST GO!!!

BLINK: KEMAMPUAN BERPIKIR TANPA BERPIKIR

PERLUKAH MENCATAT SAAT KULIAH?