IT’S THE REST TIME IN MY LOVELY HOUSE (SKOLIOSIS PART VII)


Bahagia? Jelas. Bisa pulang ke rumah. Namun, pulang ke rumah dengan membawa secarik kertas berisi larangan dan perintah => lihat gambar di kiri

Saya menghabiskan waktu di rumah selama 40 harian sebelum akhirnya balik ke Bandung. Monoton, tapi bahagia. Monoton karena tidak bisa main, jalan-jalan ke luar menikmati keindahan kota Salatiga. Saat sehat dulu, saya biasa mbolang, naik motor sendirian, keliling kota Salatiga. Bahagia karena berkumpul bersama keluarga.

Sehari-hari makan, mandi, tidur, nonton NGC, History channel, surfing internet, baca buku, that’s allSaat itu saya puasa social media  karena kalau saya buka social media entah itu fb atau twitter bakalan nyesek. Karena masa-masa itu adalah masa ketika OSKM dan OHU ITB dilaksanakan dimana saya seharusnya jadi panitia juga. Dan saya ingin berada di sana dengan teman-teman saya.

O ya, selama kurang lebih 14 hari di rumah, saya masih dimandiin ibu saya. Dan dua hari sekali, ayah saya memanggil perawat untuk mengganti perban pada luka bekas operasi. Saat itu bulan Ramadhan. Sedih, karena saya belum bisa sholat normal, sholatnya dalam posisi duduk. Jadi, tarawih pun dilakukan di rumah. Selain itu, saat tadarus juga tidak bisa lama karena punggung saya belum kuat untuk duduk lama.

Saat itu juga ada masa-masa galau. Mengingat beratnya menjalani perkuliahan di farmasi, ibu saya meminta dengan cenderung memaksa saya untuk cuti kuliah semester 3. Sebenarnya saya tidak mau, tapi saya juga galau juga karena kondisi saya belum kuat apa-apa seperti ini. Setelah saya izin dosen wali, beliau memberikan izin asal ada surat dokter. Kemudian kami balik ke RSO untuk meminta surat izin. Malang, waktu itu Prof Respati sedang berada di Malaysia dan kami hanya bertemu dengan dr. Ryan. Beliau tidak berani memberikan izin karena beliau bukan penanggungjawab saya. Ayah saya sudah mendesak, namun nihil tidak ada hasil. Beliau menyarankan kepada saya untuk lanjut kuliah saja. Justru tubuh saya harus dibuat bergerak. Kalau diam saja di rumah selama 6 bulan, takutnya ototnya malah degenerasi. Akhirnya, kami pulang tanpa membawa surat izin.

Sampai di rumah, diskusi lagi antara saya dan kedua orang tua saya. Ribut, sengit, alot, haha. Ibu saya bersikeras untuk cuti. Saya bersikeras untuk kuliah dengan alasan dokter saya mengizinkan. Dan bayangin 6 bulan di rumah ngapain aja? Ayah yang lebih objektif. Akhirnya diputuskan lanjut kuliah dengan konsekwensi pindah kos, yang ada toilet duduk, kamar mandinya mendukung, dan ada yang bantu-bantu. Alhamdulillah, dapet kos dengan kriteria tsb. Dan saya sekarang tidak menyesal saat itu memutuskan untuk kuliah, bukannya cuti. Walaupun perjuangan untuk survive di perkuliahan sangat luar biasa. (Ada di part VIII).

Tubuh saya yang jadi tegap & tidak bisa bungkuk  (kiri: kakak, kanan: saya)
Waktu lebaran ada kejadian lucu. Di budaya Jawa, saat lebaran ada tradisi sungkeman. Dimana kita berada pada posisi setengah duduk (lutut tertekuk) dan meminta maaf kepada orang-orang yg lebih tua.

"Karena saya tidak bisa melakukan sungkem dengan posisi tersebut, ibu saya selalu meminta maaf terlebih dahulu kepada keluarga yang kita datangi agar saya tidak dikira tidak sopan. Hahaha…"

Banyak kejadian yang mesti saya syukuri.
  • Saya masih hidup, punya kesempatan untuk berkumpul dengan keluarga saya.
  • Saya tidak lumpuh, masih bisa berjalan di atas kaki saya sendiri.
  • Saya menjadi tahu seberapa besar rasa cinta orang tua saya kepada saya. Ibu saya yang dengan ikhlas merawat saya yang tiba-tiba menjadi bayi lagi. Ayah saya yang walaupun dari luar kelihatan cuek, tapi luar biasa pengorbanannya. Bolak-balik salatiga-solo (1,5 jam) setiap hari selama 10 hari. Adek2 dan kakak2 saya yang menyambut kepulangan saya dengan gembira.
  • Saya menjadi tahu seberapa besar rasa sayang teman-teman saya kepada saya, terutama teman-teman SMA. Subhanallah, yang menengok saya banyak, walaupun saya tidak memberitahu mereka tentang operasi ini karena takut merepotkan mereka. Dan mereka memberikan support kepada saya.
  • Saya menjadi tau bagaimana rasanya orang tidak bisa bernapas, orang tidak bisa pipis, BAB, semua saya alami di sana.
  • Saya menjadi tau nikmatnya sujud, deket-deketan sama Allah swt karena selama 6 bulan saya tidak merasakan sujud sama sekali. -To be continued-

Comments

Popular posts from this blog

IF YOU WANNA GO, JUST GO!!!

BLINK: KEMAMPUAN BERPIKIR TANPA BERPIKIR

PERLUKAH MENCATAT SAAT KULIAH?