PADA AKHIRNYA, TETAP HARUS MEMUTUSKAN

Be Grown UP! That's the right slogan for this last year. Karena di tahun inilah, entah kenapa begitu banyak hal yang harus diputuskan, yang harus dipilih. Bagi seseorang yang selalu mengagungkan yang namanya TAKDIR, memilih dan memutuskan adalah hal yang selalu sulit. Bagi pemuja TAKDIR, selalu saja ingin dipilihkan. Ingin sesuatu terjadi, yang menghapus opsi-opsi yang ada, dan hanya menyisakan satu pilihan. Sehingga tidak perlu memutar otak untuk memutuskan.

Mungkin itu adalah sisi kanak-kanak saya. Saya tidak berani memilih. Saya tidak berani memutuskan, karena takut diminta pertanggungjawaban. Takut untuk menyesal. Ingin dipilihkan, sehingga seandainya pilihan itu salah, ada pihak yang bisa disalahkan. Ingin hanya ada satu pilihan, sehingga jika endingnya tidak baik, saya kan bisa berkata, "Waktu itu cuma ada satu pilihan. Lha saya bisa apa?" So CHILDISH!!! 

Hei, pernah mendengar suatu riset menarik? Suatu riset pernah dilakukan terhadap 6 negara (USA, Inggris, Prancis, Jerman, Italia, dan Swiss). Responden diminta membayangkan, jika mereka dihadapkan pada dua kedai, kedai pertama menawarkan pilihan 10 rasa eskrim, kedai kedua 50 pilihan rasa. Kedai mana yang akan dipilih? Lima negara selain USA, mayoritas respondennya memilih kedai yang menawarkan lebih sedikit pilihan rasa. Jadi pada dasarnya manusia itu galau.

Keputusan paling fenomenal yang saya buat di tahun terakhir ini adalah ketika saya pada akhirnya memutuskan untuk fast track, sesuatu yang tidak disangka orang-orang di sekitar saya. Seorang neli yang merasa salah jurusan, dan ingin cepat-cepat keluar dari farmasi, ingin memperpanjang penderitaannya dengan menambah satu tahun lagi bersama farmasi yang so boring?

Well, lihat dulu penjelasannya. Sebelumnya saya tidak pernah berkeinginan untuk meneruskan S2 di farmasi. Amit-amit! Itu pikiran saya jaman dulu. Saya hanya akan lulus S1 dan meneruskan S2 di bidang Neuroscience. Sebelumnya, saya berpikir S2 farmasi itu mata kuliahnya persis dengan S1, bedanya lebih dalam. Dan ternyata saya salah! Magister farmasi di ITB itu ada 6 bidang, yang masing-masing bidang sudah spesifik, dan tidak akan mempelajari bidang lainnya (kecuali mengambil mata kuliah pilihan). Dan, honestly, ada satu bidang di farmasi yang saya suka, yaitu Farmakologi. Ketika melihat kurikulum magister farmakologi, saya tertarik. Saat itu saya mulai ada keinginan untuk mengambil fast track.

Berikutnya, ketika saya menimbang-nimbang lagi goal saya untuk ambil S2 Neuroscience, saya menjadi ciut. Saya ini kan hanya lulusan sarjana farmasi, apa yang bisa saya jual kepada profesor di universitas tujuan saya? Penelitian saya paling hanya dari Tugas Akhir saya. Saya bakalan susah dapat LOA nih! Maka dari itu, dengan bekal S2 saya (tujuan saya adalah skripsi dan tesis tentang neurofarmakologi), ini bisa menjadi poin plus bagi profesor tsb untuk menerima saya. Dan lagi saya punya kesempatan untuk mempersiapkan berkas pendaftaran beasiswa saya selama 2 tahun, terutama persiapan tes IELTS.  Well, mantaplah sudah keputusan saya untuk mengambil fast track. Dan dengan support dari orang tua saya, insya Allah saya akan terus melangkah.


Tidak ada yang bilang ini akan mudah. Mana mungkin S1 plus S2 lima tahun adalah mudah? Hanya bermodalkan faith (ingat juga teori neuroplasticity), niat, doa, dan dukungan orang tua, saya melangkah. Bismillah, pada akhirnya saya berani memutuskan. I hope this small step will lead to a bigger step. 


Comments

Popular posts from this blog

IF YOU WANNA GO, JUST GO!!!

BLINK: KEMAMPUAN BERPIKIR TANPA BERPIKIR

PERLUKAH MENCATAT SAAT KULIAH?