QUESTION IN MY MIND: DEFINITION OF HAPPINESS, DOES ANYBODY KNOW?

Aku terus bertanya kepada Tuhanku,
Ya Allah, sebenarnya bahagia di dunia itu apa sih? Ya, definisi bahagia di akhirat nanti sangat jelas. Di akhirat nanti hanya ada hitam dan putih, bahagia atau menderita, tidak ada daerah abu-abu. Sementara, definisi bahagia di dunia itu sangat samar, terlalu abu-abu. Apakah aku sudah bahagia? Kalau diberikan skala 1-10, pada skala berapakah kebahagiaan yang aku rasakan? Semua ini terlalu aneh menurutku. Kalau ditanya apakah aku sudah bahagia, aku tidak bisa memberikan jawaban, padahal bagi orang lain hidupku tidak ada cacatnya, mungkin bisa dibilang tidak ada kurangnya. Bahkan, kalau orang lain bertanya kepadaku sendiri, "Apa yang membuatmu tidak bisa mengatakan bahwa kamu bahagia?" Aku tidak mampu menjawabnya. Susah bagiku untuk menemukan apa yang kurang dalam kehidupanku. Tapi aku tidak bisa mengatakan bahwa aku bahagia sepenuhnya. Sampai sekarang aku sama sekali tidak bisa mencerna kata-kata bijak yang berbunyi "Bahagia itu diciptakan, tidak ditemukan." Apakah itu hanya penghibur hati bagi orang-orang yang sedih, atau apa? Buktinya hingga sekarang, belum ada yang bisa menemukan resep kebahagiaan, di mana itu berlaku untuk semua orang, universal.



Tunggu, ternyata aku bisa mengingatnya. Ya, aku bisa menelusurinya. Pertanyaannya salah. Bukan "Apakah aku sudah bahagia?". Bukan juga "Apa cacat dalam hidupku yang tidak bisa membuatku mengatakan bahwa aku sudah bahagia?" Pertanyaan yang benar seperti ini, "Kapan terakhir kali aku merasa bahwa aku benar-benar bahagia?" Yap, tepat sekali. That's the question, and this is the answer. Aku merasakan benar-benar bahagia ketika aku berada di rumah, di tengah-tengah keluargaku di sebuah kota kecil bernama Salatiga. Aku tidak bisa mendefinisikan kenapa aku bahagia berada di sana. Aku hanya senang ketika aku terbangun untuk solat subuh, ada suara orang menggoreng di dapur. Aku senang ketika menyambut adik-adikku pulang sekolah. Aku senang bercerita dengan ibuku, berdiskusi tentang politik dengan ayahku, bercanda dan menjahili adik-adikku. Aku senang ketika hendak tidur, tidak perlu ada yang dikhawatirkan dengan hari esok selama ada keluarga di sampingku. Aku senang karena tidak harus terjebak mimpi di dalam tidurku. Selama ini ketika berpisah dengan keluargaku, hal yang paling aku sukai adalah tidur. Aku bisa tidur 12-13 jam sehari. Bukan karena mengantuk, melainkan karena di dalam tidur aku selalu bisa bermimpi bertemu dengan keluargaku.

Absurd memang. Hei, aku sudah 20 tahun, bahkan beberapa bulan lagi sudah menjadi 21. Aku sudah dewasa. Namun, keterkaitan psikisku dengan keluargaku sebegitu eratnya, sehingga selalu susah bagiku untuk berpisah dengan mereka. Mungkin aku harus menimbang-nimbang lagi semua cita-citaku. Mungkin aku harus menimbang lagi keinginanku untuk meneruskan kuliah di luar negeri. Mungkin aku tidak bisa benar-benar bahagia di sana. Mungkin aku hanya harus bekerja dan tinggal di dekat keluargaku. Mungkin definisi bahagia sebenarnya terlalu sederhana bagiku, yaitu ketika aku berada di dekat keluargaku.

Sekarang ada hal lain lagi yang aku takutkan dengan kenyataan kehidupan, yaitu ketika salah satu dari kami harus meninggalkan yang lain untuk selama-lamanya, yaitu kematian. Bukankah hidup di dunia ini tidak abadi? Ya Allah, membayangkannya saja aku tidak mampu. Padahal semua ini, aku dan keluargaku, adalah milik Allah, dan Allah berhak mengambil kami kapan saja Ia kehendaki. Aku tidak seharusnya mencintai keluargaku sedemikian besarnya melebihi cintaku terhadap Allah, sehingga ketika kami harus berpisah aku sudah siap. Aku jadi teringat tentang "Big Question" dalam novel Gadis Jeruk karangan Jostein Gaarder. Ketika kamu diberikan kebebasan memilih oleh Tuhan sebelum kamu diciptakan di dunia ini, APAKAH KAMU MEMILIH UNTUK DIBERIKAN KESEMPATAN MENIKMATI DUNIA INI HANYA DALAM WAKTU YANG SINGKAT KEMUDIAN IA MENGAMBILNYA DARIMU, atau KAMU MEMILIH UNTUK TIDAK INGIN MERASAKAN INDAHNYA DUNIA INI KALAU HANYA UNTUK SESAAT SAJA? APAKAH KAMU AKAN MEMILIH LEBIH BAIK TIDAK MENIKMATINYA DARIPADA TERLANJUR MENIKMATI TETAPI DENGAN TIBA-TIBA DIAMBIL SEMUANYA? Untuk saat ini, saya belum mampu menjawab pertanyaan ini. Tetapi, apapun itu, bersyukurlah atas segala sesuatu yang sudah kamu terima hingga detik ini. Sebagai penutup, salah satu firman Allah favorit saya adalah yang berulang-ulang dituliskan dalam surat Ar-Rahman, "MAKA NIKMAT TUHANMU MANAKAH YANG KAMU DUSTAKAN?"

Comments

Popular posts from this blog

IF YOU WANNA GO, JUST GO!!!

PERLUKAH MENCATAT SAAT KULIAH?

BLINK: KEMAMPUAN BERPIKIR TANPA BERPIKIR